HARAPAN
DI UJUNG SENJA
Seperti biasa aku duduk
dengan secangkir teh di depan teras rumah dan menikmati indahnya senja, tanpa ku sadari aku masih terlarut
dalam harapan indah di masa lalu. Aku pun tersenyum jika mengingat kembali,
bukan senyum bahagia namun senyum sebuah rasa rindu terhadap seseorang di masa
laluku.
Tak perlu penasaran
tentang siapa aku, aku hanyalah seorang pelajar yang masih duduk di bangku SMA.
Singkat saja namaku Rudi, ya! nama yang biasa dipakai banyak orang. Angin
berhembus perlahan dan mengingatkan aku akan sebuah perasaan mengagumi dalam
diam yang terjadi di masa laluku.
Rani, adalah seorang
perempuan yang selalu ku kagumi dari dulu sampai sekarang. Malam itu bulan
purnama terlihat sangat indah, tiba-tiba saja prakk! Bunyi seseorang
menjatuhkan kaleng minuman, karena penasaran ku coba menghampiri perempuan yang
sedang menangis dan terus menendang kaleng itu. “Permisi,apa yg terjadi
denganmu?” ucapku, “Siapa kamu,tak perlu sok perhatian denganku, karna kamu tidak
tahu apa masalahku!”, “hey! Aku hanya bertanya,siapa tahu aku dapat
membantu,salahkah jika aku ingin membantu?” ucapku lagi. Perempuan itu diam dan
menatapku, dan kini ia berbicara dengan nada pelan “Maaf, aku terlalu emosi dan
bingung dengan permasalahanku” ucapnya. Melihatnya seperti orang yang sedang
kehilangan harapan ku coba membujuknya untuk berbicara di tempat yang lebih
nyaman. Akhirnya kami sampai disebuah Kafe dan kami mulai berkenalan, “Aku
Rudi,siapa namamu?” “Aku Rani” .
Setelah pertemuan malam
itu aku selalu bertemu dengan Rani dan kami menjadi teman baik, saling memberi semangat
satu sama lain,saling bercerita dan berbagi banyak pengalaman. Seiring berjalannya
waktu aku merasakan ada yang aneh dalam diriku, aku selalu mengkhawatirkannya,
aku selalu merasa nyaman jika berada di dekatnya. Mungkinkah ini? Ahh sudah
lah, aku tidak boleh menduga terlalu jauh aku tidak ingin merusak hubungan
pertemanan kami.
Pagi itu, Rani mengajakku
ke kafe biasanya kami bertemu, sepertinya Ia sedang bahagia, sesampai di kafe
aku langsung menghampirinya yang sedang senyum-senyum melihat layar telpon genggamnya.
“Ada apa Ra?” ucapku kebingungan, “Aku sudah nggak jomblo lagi loh Rud” ucapnya
senang. Entah kenapa saat itu hatiku rasanya hancur, bagai tak ada rasa lagi,
aku hanya diam dan tak menanggapi satu kata pun.Apa yang harus ku lakukan,
haruskah aku bahagia,atau harus menangis, “Hey Rud, kok diam aja sih?” Rani
mengejutkanku, “Ahh tidak apa-apa kok, aku Cuma lagi nggak enak badan aja, oh
iya selamat ya sudah punya pacar baru, nanti kenalin ke aku ya” ucapku pelan.
Pagi itu mungkin pagi
terburuk yang pernah aku lalui.Kini semuanya berubah, tak ada lagi Rani yang
selalu memberi ku semangat dikala susah, yang selalu memberikan aku jalan
keluar di setiap masalahku, ya Tuhan aku kehilangan dia yang dulu. Sekarang dia
hanya sibuk dan menemani pacarnya itu, bahkan sekarang sepertinya ia lupa
dengan aku.
Suatu hari aku bertemu
dengan pacarnya Rani di sebuah Restoran, dan tanpa sengaja aku mendengar
pembicaraannya dengan seorang laki-laki yang mungkin temannya, katanya “Kamu
tahu aku sangat senang memainkan perasaan Rani begini, ia perempuan yang sangat
lugu” mendengar hal itu aku sangat kecewa, ternayata laki-laki yang selalu
dibanggakan Rani tidak sebaik yang diceritakannya. Saat itu juga aku mencoba
untuk menemui Rani dan mengatakan yang sebenarnya, kami bertemu di kafe
biasanya kami bertemu disana aku menceritakan semua yang ku dengar tapi
kejujuranku berujung pada rasa benci. Ya Rani marah besar padaku, ia mengatakan
bahwa aku terlalu ikut campur urusannya dan melakukan hal bodoh ini karna aku
membenci pacarnya itu, dan tepat mulai dari hari itu Rani tidak pernah
menyapaku walau satu katapun.
Aku tidak pernah
menyesal karna telah jujur, aku hanya sedih karna setiap hari harus bertemu
dengan Rani tanpa pernah saling sapa. Sulit bagiku menjalani hal ini, tapi mau
apalagi sepertinya Rani benar-benar tidak mau menjadi teman baikku lagi,setiap
kali bertemu ia seperti pura-pura tak melihat keberadaanku padahal aku berada
tepat di depannya.
Jujur aku tidak ingin
kehilangan dia, mungkin aku terlalu sayang, mungkin aku terlalu jatuh dalam
sebuah perasaan cinta yang selama ini ku simpan saja dalam diam. Kini yang bisa
ku lakukan hanyalah melihatnya dari kejauhan, mendengar dan menanyakan kabarnya
dari teman-teman perempuannya, saat melihatnya tersenyum aku pun ikut bahagia,
saat melihatnya dikecewakan aku juga merasakan itu, tanpa ia ketahui aku selalu
memperhatikannya. Saat itu ia kurang enak badan, ia meminta pacarnya untuk
membelikan sekaleng susu namun yang ku lihat lelaki itu malah asik bercanda
dengan teman-temannya, tanpa sepengetahuan Rani aku yang membelikan sekaleng
susu untuknya, dan ku titipkan melalui temannya. Senang rasanya bisa
memperhatikannya dan tetap memandangnya dari kejauhan, aku tidak ingin meminta
lebih setidaknya cukup bagiku melihatnya tersenyum bahagia walaupun itu bukan
karenaku. Aku memang menyayangi nya tapi bukan berarti aku harus memaksakan
perasaanku, sebab tak semua ambisi bertemu “harus” karna “cukup” lebih
membahagiakan.
Sekarang Rani sudah
pergi, ia pindah sekolah keluar negeri. Sejak saat itulah aku senang memandang
senja, sebab bagiku memandang indahnya senja sama dengan memandang indahnya
senyum di wajah Rani. Cinta dalam diam yang sampai sekarang tidak bisa ku
ungkapkan, jujur aku merindukannya, tepatnya merindukan sosoknya yang pertama
kali ku kenal. Dan diujung senja aku masih berharap, sampai jumpa di waktu yang
ditentukan-Nya
“WHEN SOMEONE
COMES INTO YOUR LIFE,
GOD
SENT THEM FOR A REASON.
EITHER
TO LEARN FROM THEM
OR
TO BE WITH THEM UNTIL THE END.”
-M2Y-