Pages

Jumat, 29 Mei 2015

HARAPAN DI UJUNG SENJA

HARAPAN DI UJUNG SENJA
Seperti biasa aku duduk dengan secangkir teh di depan teras rumah dan menikmati indahnya  senja, tanpa ku sadari aku masih terlarut dalam harapan indah di masa lalu. Aku pun tersenyum jika mengingat kembali, bukan senyum bahagia namun senyum sebuah rasa rindu terhadap seseorang di masa laluku.
Tak perlu penasaran tentang siapa aku, aku hanyalah seorang pelajar yang masih duduk di bangku SMA. Singkat saja namaku Rudi, ya! nama yang biasa dipakai banyak orang. Angin berhembus perlahan dan mengingatkan aku akan sebuah perasaan mengagumi dalam diam yang terjadi di masa laluku.
Rani, adalah seorang perempuan yang selalu ku kagumi dari dulu sampai sekarang. Malam itu bulan purnama terlihat sangat indah, tiba-tiba saja prakk! Bunyi seseorang menjatuhkan kaleng minuman, karena penasaran ku coba menghampiri perempuan yang sedang menangis dan terus menendang kaleng itu. “Permisi,apa yg terjadi denganmu?” ucapku, “Siapa kamu,tak perlu sok perhatian denganku, karna kamu tidak tahu apa masalahku!”, “hey! Aku hanya bertanya,siapa tahu aku dapat membantu,salahkah jika aku ingin membantu?” ucapku lagi. Perempuan itu diam dan menatapku, dan kini ia berbicara dengan nada pelan “Maaf, aku terlalu emosi dan bingung dengan permasalahanku” ucapnya. Melihatnya seperti orang yang sedang kehilangan harapan ku coba membujuknya untuk berbicara di tempat yang lebih nyaman. Akhirnya kami sampai disebuah Kafe dan kami mulai berkenalan, “Aku Rudi,siapa namamu?” “Aku Rani” .
Setelah pertemuan malam itu aku selalu bertemu dengan Rani dan kami menjadi teman baik, saling memberi semangat satu sama lain,saling bercerita dan berbagi banyak pengalaman. Seiring berjalannya waktu aku merasakan ada yang aneh dalam diriku, aku selalu mengkhawatirkannya, aku selalu merasa nyaman jika berada di dekatnya. Mungkinkah ini? Ahh sudah lah, aku tidak boleh menduga terlalu jauh aku tidak ingin merusak hubungan pertemanan kami.
Pagi itu, Rani mengajakku ke kafe biasanya kami bertemu, sepertinya Ia sedang bahagia, sesampai di kafe aku langsung menghampirinya yang sedang senyum-senyum melihat layar telpon genggamnya. “Ada apa Ra?” ucapku kebingungan, “Aku sudah nggak jomblo lagi loh Rud” ucapnya senang. Entah kenapa saat itu hatiku rasanya hancur, bagai tak ada rasa lagi, aku hanya diam dan tak menanggapi satu kata pun.Apa yang harus ku lakukan, haruskah aku bahagia,atau harus menangis, “Hey Rud, kok diam aja sih?” Rani mengejutkanku, “Ahh tidak apa-apa kok, aku Cuma lagi nggak enak badan aja, oh iya selamat ya sudah punya pacar baru, nanti kenalin ke aku ya” ucapku pelan.
Pagi itu mungkin pagi terburuk yang pernah aku lalui.Kini semuanya berubah, tak ada lagi Rani yang selalu memberi ku semangat dikala susah, yang selalu memberikan aku jalan keluar di setiap masalahku, ya Tuhan aku kehilangan dia yang dulu. Sekarang dia hanya sibuk dan menemani pacarnya itu, bahkan sekarang sepertinya ia lupa dengan aku.
Suatu hari aku bertemu dengan pacarnya Rani di sebuah Restoran, dan tanpa sengaja aku mendengar pembicaraannya dengan seorang laki-laki yang mungkin temannya, katanya “Kamu tahu aku sangat senang memainkan perasaan Rani begini, ia perempuan yang sangat lugu” mendengar hal itu aku sangat kecewa, ternayata laki-laki yang selalu dibanggakan Rani tidak sebaik yang diceritakannya. Saat itu juga aku mencoba untuk menemui Rani dan mengatakan yang sebenarnya, kami bertemu di kafe biasanya kami bertemu disana aku menceritakan semua yang ku dengar tapi kejujuranku berujung pada rasa benci. Ya Rani marah besar padaku, ia mengatakan bahwa aku terlalu ikut campur urusannya dan melakukan hal bodoh ini karna aku membenci pacarnya itu, dan tepat mulai dari hari itu Rani tidak pernah menyapaku walau satu katapun.
Aku tidak pernah menyesal karna telah jujur, aku hanya sedih karna setiap hari harus bertemu dengan Rani tanpa pernah saling sapa. Sulit bagiku menjalani hal ini, tapi mau apalagi sepertinya Rani benar-benar tidak mau menjadi teman baikku lagi,setiap kali bertemu ia seperti pura-pura tak melihat keberadaanku padahal aku berada tepat di depannya.
Jujur aku tidak ingin kehilangan dia, mungkin aku terlalu sayang, mungkin aku terlalu jatuh dalam sebuah perasaan cinta yang selama ini ku simpan saja dalam diam. Kini yang bisa ku lakukan hanyalah melihatnya dari kejauhan, mendengar dan menanyakan kabarnya dari teman-teman perempuannya, saat melihatnya tersenyum aku pun ikut bahagia, saat melihatnya dikecewakan aku juga merasakan itu, tanpa ia ketahui aku selalu memperhatikannya. Saat itu ia kurang enak badan, ia meminta pacarnya untuk membelikan sekaleng susu namun yang ku lihat lelaki itu malah asik bercanda dengan teman-temannya, tanpa sepengetahuan Rani aku yang membelikan sekaleng susu untuknya, dan ku titipkan melalui temannya. Senang rasanya bisa memperhatikannya dan tetap memandangnya dari kejauhan, aku tidak ingin meminta lebih setidaknya cukup bagiku melihatnya tersenyum bahagia walaupun itu bukan karenaku. Aku memang menyayangi nya tapi bukan berarti aku harus memaksakan perasaanku, sebab tak semua ambisi bertemu “harus” karna “cukup” lebih membahagiakan.
Sekarang Rani sudah pergi, ia pindah sekolah keluar negeri. Sejak saat itulah aku senang memandang senja, sebab bagiku memandang indahnya senja sama dengan memandang indahnya senyum di wajah Rani. Cinta dalam diam yang sampai sekarang tidak bisa ku ungkapkan, jujur aku merindukannya, tepatnya merindukan sosoknya yang pertama kali ku kenal. Dan diujung senja aku masih berharap, sampai jumpa di waktu yang ditentukan-Nya

“WHEN SOMEONE COMES INTO YOUR LIFE,
GOD SENT THEM FOR A REASON.
EITHER TO LEARN FROM THEM
OR TO BE WITH THEM UNTIL THE END.”
-M2Y-